MUARABUNGO – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sangat membantu masyarakat dalam pembuatan sertifikat tanah. Karena melalui program ini, masyarakat terbantu tidak mengeluarkan biaya banyak dan masih terjangkau.
Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam satu wilayah desa atau kelurahan. Adapun, program PTSL ini dilakukan secara gratis.
Program PTSL ini memang dilakukan secara gratis untuk penyuluhan, pengumpulan data yuridis (pengumpulan berkas alas hak dan sebagainya), pengumpulan data fisik (pengukuran bidang tanah), pemeriksaan tanah, penerbitan SK Hak, pengesahan data yuridis dan fisik, penerbitan sertifikat, hingga supervisi dan laporan.
Di luar hal itu, maka biaya akan dibebankan ke masyarakat. Misalnya untuk penyediaan surat tanah (bagi yang belum ada), pembuatan dan pemasangan tanda batas atau patok, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jika terkena, dan lain-lain (meterai, fotokopi, letter C, dan sebagainya).
Dalam persiapan PTSL ini terdapat biaya yang boleh dipungut oleh pemerintah desa/kelurahan berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, meliputi Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Nominalnya tergantung dari kategori wilayah, misalnya di Jawa dan Bali sebesar Rp 150.000. Biaya tersebut digunakan untuk penyiapan dokumen, pengadaan patok, dan operasional petugas kelurahan atau desa. Sedangkan untuk wilayah Sumbangsel bervariasi, namun tidak melebihi dari Rp 200.000.
Namun dalam praktiknya, ada juga warga yang diminta oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk membayar lebih dari nominal tersebut. Bahkan ada yang sampai jutaan rupiah.
Contohnya seperti Usman (bukan nama sebenarnya), salah satu warga Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo ini yang gagal mengikuti program PTSL mengaku diminta uang Rp 600.000 hingga Rp 1 juta dengan alasan untuk biaya administrasi. Namun, tak punya biaya ia urungkan untuk ikut.
“Masyarakat banyak ngak tau bang soal PTSL, padahal program ini langsung dari pak Jokowi tanpa ada biaya. Kalau diminta biaya sampai jutaan kami belum ada, iya ngak dapat sertifikat gratis,” ibanya.
Sementara itu, respon dari Kementerian ATR/BPN dalam hal ini Kantor ATR/BPN Kabupaten Bungo. Hingga berita ini diterbitkan belum ada ekspose maupun memberikan keterangan terkait PTSL.
Ketika awak media berusaha mendapatkan informasi tentang itu, Kepala ATR/BPN Kabupaten Bungo maupun pejabat yang berwenang memberikan informasi terkesan tertutup.
Bahkan berkali-kali konfirmasi, satpam atau penjaga kantor malah beralasan kepala kantor, kabid maupun kasi sedang rapat dan dinas luar. (ton)
Komentar