Dampak Penghentian Angkutan Batubara, Pengusaha tak Mampu Memenuhi Kontrak Penjualan

JAMBI – Efek dari penyetopan angkutan batubara per 1 Maret 2023 lalu di Jambi dirasakan baik oleh masyarakat, jalan lintas Jambi kembali normal.

Pun demikian, pekerja yang bekerja di tambang maupun sopir angkutan batubara nampaknya harus alih profesi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan aktivitas produksi batubara ditiadakan, hanya kegiatan galian over burdin (OB) saja.

Disisi lain, pengusaha maupun pemilik IUP tambang tentu secara mekanisme pekerjaan tidak bisa memenuhi kontrak penjualan batubara. Bahkan berdampak pada realisasi produksi batubara nasional.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Jambi, Al Haafizhussayuty menyatakan, di Jambi ada 52 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang skalanya didominasi perusahaan kecil dan menengah.

Dia mengakui sampai dengan saat ini memang aktivitas angkutan batubara masih menggunakan jalan nasional karena jalur khusus batubara sedang dalam proses pengerjaan oleh perusahaan swasta nasional. Adapun pelaku usaha juga sudah mencoba alternatif melalui jalur sungai akan tetapi sungai Batanghari di beberapa titik dangkal sehingga tongkang selalu kandas.

“Sejak aktivitas angkutan batubara dihentikan Pemprov Jambi, saat ini aktivitas di tambang masih berjalan seperti biasa untuk kegiatan galian over burden (OB) dan lainnya,” ungkap Haafiz.

Seperti yang dikutip dari kontan.co.id, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Lana Saria menyatakan penghentian aktivitas angkutan batubara ini akan berdampak pada realisasi produksi di Jambi.

“Akan tetapi dampak terhadap produksi nasional tidak begitu berdampak. Jika dibandingkan dengan rencana produksi nasional sebesar 692 juta ton, rencana produksi di Jambi sebesar 36 juta atau sebesar 5% dari rencana produksi nasional,” jelasnya.

Untuk mengatasi persoalan yang terjadi saat ini, Lana menegaskan pihaknya mendorong tiga perusahaan pengembang jalan khusus batubara yakni PT Putra Bulian Properti, PT Sinar Anugerah Sukses, dan PT Intitirta Primasakti untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Sejauh ini, penataan angkutan batubara di Jambi telah dilakukan antara Kementerian ESDM bersama pemerintah Provinsi Jambi termasuk jajaran Kepolisian dan TNI. Adapun upaya yang dilakukan saat ini di antaranya pembatasan jam operasional angkutan, pendataan unit truk angkutan, edukasi terhadap penambang untuk mengikuti ketentuan yang ada seperti kapasitas muatan menyesuaikan dengan kapasitas jalan.

“Kementerian ESDM juga mendorong kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada bidang infrastruktur untuk dapat dialokasikan ke perbaikan jalan melalui Forum CSR yang telah dibentuk pemerintah Provinsi Jambi,” jelasnya.

Lana menjelaskan lebih lanjut, Kementerian ESDM juga telah berkoordinasi dengan Gubernur terkait usulan Pemerintah Daerah Jambi untuk melakukan perbaikan jalan alternatif di daerah Simpang Luncuk – Sridadi dengan badan usaha pertambangan batubara dan Forum CSR Jambi untuk turut serta berkomitmen memperbaiki jalan tersebut.

Dengan sejumlah upaya ini Kementerian ESDM berharap ketentuan dapat diikuti oleh pelaku usaha di Jambi. (ton)

Komentar