Jampidum Ingatkan Jajarannya Lebih Teliti Mengeluarkan P-21

JAMBI – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana memberikan pengarahan pada Acara Kunjungan Kerja Jaksa Agung Republik Indonesia di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jambi yang dihadiri oleh seluruh jajaran Kejaksaan se Jambi setelah Jaksa Agung Republik Indonesia memberikan pengarahannya.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum membuka pengarahannya dengan memberikan contoh kasus yang baru-baru ini terjadi pada penanganan perkara di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dimana tindakan Kejaksaan menerbitkan surat P-19 sebanyak 5 (lima) kali dianggap tidak profesional oleh pengacara korban karena tidak sesuai dengan Pasal 110 ayat (4) KUHAP, ditambah pengiriman papan bunga ke kantor Kejati DKI Jakarta dengan mengatasnamakan Koalisi Korban P-19 terlihat jelas adanya upaya pengiringan opini negatif terhadap Kejaksaan.

“Menyikapi persoalan tersebut, saya minta sinergitas bidang Pidum dengan bidang intelijen harus diperkuat. Jelaskan kewenangan Penuntut Umum yang tercantum pada Pasal 110 ayat (3) KUHAP, yang secara jelas menyebutkan “dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyampaikan, masyarakat perlu mengetahui bahwa dalam sistem peradilan pidana, proses penuntutan itu dimulai dari proses penyidikan, sehingga dapat dikatakan penyidikan dan penuntutan merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dan berkesinambungan. Terbitnya surat P-19 merupakan wujud asas dominus litis yang kita miliki, dimana kita adalah pihak yang memiliki perkara, yang mengendalikan atau mengarahkan perkara, dan pihak yang mempunyai kepentingan dalam penentuan perkara.

“Asas dominus litis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan monopoli. Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana. Artinya, sebagai pengendali perkara, arah hukum dari suatu proses penyidikan maupun untuk dapat atau tidaknya dilakukan penuntutan terhadap suatu perkara tindak pidana hasil penyidikan adalah mutlak wewenang Penuntut Umum,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Begitu pula Penuntut Umum dapat menghentikan penuntutan dengan alasan tidak cukup bukti, peristiwanya bukan tindak pidana, atau perkaranya ditutup demi hukum sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 139 KUHAP.

“Untuk itu, segera lakukan edukasi kepada masyarakat, bahwa Penuntut Umum tidak menghambat atau bahkan mempersulit penanganan perkara, jangan sampai ada kesan bahwa keberadaan surat P-19 merupakan penghambat perkara, dan atas nama undang-undang Jaksa tidak akan menyatakan lengkap atau mengeluarkan surat P-21 apabila penyidik tidak atau belum memenuhi petunjuk Jaksa, maka yang harus menjadi pertanyaan adalah apa dasar hukum penyidik tidak mau melengkapi petunjuk,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Undang-undang Kejaksaan telah membuat ruang apabila penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk, yaitu dengan menyatakan maksimal vide Pasal 30 ayat (1) huruf e Undang-Undang Kejaksaan, dengan demikian maka Jaksa akan mengambil tindakan Pemeriksaan tambahan. Sehingga atas dasar hal ini secara teknis tidak akan ada bolak balik berkas.

Dengan demikian, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyampaikan masyarakat memahami proses penanganan perkara yang terjadi. Selain itu, sikap tanggap tehadap situasi yang berkembang akan menepis anggapan penegakan hukum tunduk pada tekanan masyarakat yang disuarakan oleh media, dan apabila sudah viral maka hukum bisa diatur.

“Jadikan penanganan perkara Mbah Minto oleh Kejaksaan Negeri Demak sebagai contoh penegakan hukum yang profesional dan obyektif, serta didukung ketepatan mengambil langkah taktis secara cepat, dengan mengedukasi dan mensosialiasi duduk perkara melalui media massa terbukti mampu meredam gejolak di masyarakat,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum memahami keterbatasan fakta yang tersaji dalam berkas perkara membuat penelitian terhadap suatu perkara menjadi kurang maksimal. Oleh karenanya seorang Penuntut Umum harus lebih cermat dan berhati-hati dalam meneliti agar memperoleh hasil yang optimal.

“Oleh karena itu untuk memberikan kepastian hukum pada tahap Pra Penuntutan, saya telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda tindak Pidana Umum Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Jaksa (P-19) pada tahap Pra Penuntutan dilakukan satu kali dalam penanganan perkara tindak pidana umum. Saya harap pedoman tersebut dapat menjadi acuan saudara untuk memberikan petunjuk yang lengkap kepada penyidik, dan agar tidak sembarangan atau gegabah mengeluarkan P-21,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum akan mendukung sikap saudara sepanjang sesuai dengan peraturan dan pedoman yang berlaku, namun jika benar terbukti tindakan bolak-balik perkara diakibatkan oleh lemahnya integritas dan profesionalitas saudara, maka saya pastikan saudara akan dimintai pertanggungjawaban oleh bidang pengawasan.

“Saya tegaskan, tidak ada ruang bagi Jaksa yang menggadaikan integritasnya,” tegas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Melalui kesempatan yang baik ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum kembali mengingatkan seluruh jajaran untuk memahami aturan internal yang ada guna mendukung pelaksanaan tugas di lapangan. Hal ini wajib saudara amalkan dengan sungguh-sungguh, karena kegagalan saudara menerjemahkan petunjuk pimpinan akan membahayakan marwah institusi.

“Saya harap surat edaran tersebut dapat menjadi panduan saudara untuk mengatasi bolak-baliknya berkas perkara, namun dengan catatan petunjuk Penuntut Umum dipenuhi oleh Penyidik, sehingga penanganan perkara akan menjadi efektif, efisien, dan cepat. Serta masyarakat akan merasakan manfaat hukum yang dihadirkan oleh Kejaksaan,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.(red)

Komentar